Ribuan pengunjung sudah memadati pantai sejak Sabtu sore, dengan setia mereka mengikuti upacara adat pemotongan hadangan (kerbau), sebagai bentuk rangkaian ritual adat tersebut. Prosesi utarna Macceratasi adalah penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam di pantai kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini, masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya, berharap mendapatkan rezeki yang melimpah dari kehidupan laut.
Sebelum Macceratasi dimulai terlebih dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antar nelayan.
Untuk meramaikan upacara adat ini, biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional, dan atraksi pecak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap
Acara adat dilanjutkan dengan pelepasan perahu bagang (alat tangkap teri) ke laut. Ratusan perahu nelayan jenis Balapan berjejer disepanjang garis pantai, guna dilepas secara simbolis menuju bagang di sekitar pantai Sarang Tiung.
Dilanjutkan dengan acara tari-tarian adat yang bertujuan menghibur masyarakat dan pengunjung, serta doa bersama agar tahun baru membawa berkah bagi semua masyarakat.
Sementara, pengunjung yang datang tidak hanya sekedar menyaksikan upacara adat secara langsung melainkan juga menikmati keindahan pantai sarang tiung tersebut.
Ribuan pengunjung yang terdiri dari orang tua, anak-anak serta pasangan muda mudi terlihat asik dengan kegiatan masing-masing. Ada yang bermain pesawat mainan dari gabus yang bisa diterbangkan di sekitar pantai.
Ada yang bermain bola ada yang asik membuat bangunan pasir, serta pengunjung yang hanya hilir mudik menikmati pemadangan. Keramaian tersebut ternyata membawa rejeki bagi pedagang kaki lima yang berjualan di tengah keramaian tersebut. Namun, dibalik itu semua diharapkan upacara adat sebagai satu diantara ribuan kebudayaan Kotabaru, tidak dicemari dengan kegiatan negatif.