Ritual Bawanang Suku Dayak
Upacara Bawanang di Kecamatan Hampang dan Sungai Durian. Upacara ini juga milik suku Dayak. Hanya saja Bawanang adalah ritual untuk selamatan besar-besaran (Aruh Ganal), bukan pengobatan seperti Babalian Tandik. Pelaksanaannya dihadiri utusan dari balai-balai adat yang ada di Kalimantan Selatan bahkan dari Kaltim dan Kalteng serta Kalbar. Ritual ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur warga dayak terhadap hasil hutan dan kebun setelah panen. Bawanang biasanya dilaksanakan selama beberapa hari dengan menghadirkan beberapa hiburan rakyat.
Upacara Bawanang di Kecamatan Hampang dan Sungai Durian. Upacara ini juga milik suku Dayak. Hanya saja Bawanang adalah ritual untuk selamatan besar-besaran (Aruh Ganal), bukan pengobatan seperti Babalian Tandik. Pelaksanaannya dihadiri utusan dari balai-balai adat yang ada di Kalimantan Selatan bahkan dari Kaltim dan Kalteng serta Kalbar. Ritual ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur warga dayak terhadap hasil hutan dan kebun setelah panen. Bawanang biasanya dilaksanakan selama beberapa hari dengan menghadirkan beberapa hiburan rakyat.
Upacara Babalian Tandik Untuk Mendapat Berkah
Seperti upacara yang dimiliki suku Dayak yang tinggal di kawasan Pegunungan Meratus, upacara tersebut
biasa disebut dengan upacara Babalian Tandik. Upacara ini dilaksanakan untuk ritual pengobatan jika ada warganya yang mengalami sakit dan dilaksanakan di depan gua Temuluang. Upacara ini diiringi dengan pemotongan hewan kerbau dan penyiraman air (Badudus) pada semua pengunjung yang hadir. Dari kepercayaan dan cerita warga setempat, badudus ini adalah peninggalan dari raja Batu Ganting untuk mendapatkan berkah dari yang maha agung. Seperti upacara yang dimiliki suku Dayak yang tinggal di kawasan Pegunungan Meratus, upacara tersebut
Pesta Rakyat Mandar Pulau Kerasian Pesta Keselamatan dan Kesejahteraan
Pesta rakyat digelar masyarakat Pulau Kerasian Kecamatan Pulau Laut Kepulauan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rezeki dan juga mengharapkan desanya selalu mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan. Terik matahari di Minggu siang (8/3) tidak menyurutkan animo warga dan masyarakat sekitar Pulau Kerasian berbondong-bondong mengikuti pesta rakyat tersebut. Beraneka macam hidangan gratis khas masyarakat mandar disuguhkan melalui 6 buah stand mewakili 6 rukun tetangga yang ada di Desa Kerasian. Hidangan berbahan baku singkong, tepung terigu, tepung beras dan tepung ketan disajikan secara menarik.
Masing-masing RT menyediakan makanan yang berbeda tidak boleh diketahui oleh stand lainnya, karena kafe-kafe tersebut juga diperlombakan, kafe mana yang paling banyak pengunjungnya, itu berarti telah menyajikan makanan yang lezat dan sangat digemari oleh pengunjung.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kotabaru, Ir. Mochran dalam sambutannya menyatakan terima kasih dan selamat telah menggelar kegiatan ini dari tahun ke tahun dan menghimbau untuk melaksanakannya dengan kreatif, sehingga akan lahir produk budaya yang menarik dan unik yang nantinya akan menarik kunjungan wisatawan datang dan melihatnya. Kegiatan wisata seperti halnya pesta rakyat ini cukup menjanjikan bila dikelola dengan baik, akan menjadi penyumbang pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Untuk masyarakat Pulau Kerasian diharapkannya dengan pesta rakyat ini akan menumbuhkan rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan serta rasa memiliki keanekaragaman adat istiadat asli daerah. Dari manapun asal muasal kita, apabila sudah berada dan tinggal di Kabupaten Kotabaru, maka adat disinilah milik kita bersama yang harus dijaga dan lestarikan bersama. Demikian pula perlu dipelihara kebersihan lingkungan, sehingga menjadi tempat yang nyaman, indah dan aman. Bukan hanya untuk para wisatawan, tetapi untuk masyarakat sendiri.
Sementara itu agar lebih meriah, Ir. Mochhran menyarankan kepada panitia agar pesta rakyat juga digabungkan dengan kegiatan kepemudaan maupun olahraga dalam mencari dan mengembangkan atlit berbakat dari daerah ini, sebagaimana halnya instansi yang dipimpinnya ditambah dengan urusan pemuda dan olahraga.
Ketua panitia pelaksana, Syarifuddin melaporkan bahwa kegiatan ini seharusnya dilaksanakan tahun 2008, biasanya bulan Juli atau Desember, namun berhubung banyak kegiatan lainnya seperti program PNPM dan persiapan MTQ tingkat kabupaten, maka pelaksanaannya baru bisa dilaksanakan sekarang. Diakui Syarifuddin acara tahun ini lebih sederhana dibandingkan tahun sebelumnya dan beberapa kegiatan ditiadakan, ini juga berkaitan dengan terbatasnya dana swadaya masyarakat. Pemkab Kotabaru sendiri melalui Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata memberikan bantuan dana sebesar Rp.23 juta, kemudian dari Camat Pulau Laut Kepulauan sebesar Rp.2,6 juta dalam bentuk pakaian panitia.
Selain menyuguhkan makanan gratis, juga ditampilkan berbagai hiburan, yaitu hiburan musik organ tunggal menampilkan penyanyi Kotabaru, atraksi pencak silat suku mandar yang disebut mamanca, Camat Pulau Laut Kepulauan rupanya menyimpan kemampuannya dalam pencak silat, dihadapan unsur Muspika, tokoh masyarakat serta undangan lainnya Yahyuddin,S.Sos memperlihatkan kebolehannnya dalam pertarungan duel mamanca ini, kemudian tarian suku Mandar dibawakan penari dari sanggar Sipatuo pimpinan Ibu Damri.
Upacara Adat Selamatan Laut Nelayan Suku Bajau
Suasana Desa Rampa Lama, tampak ramai. Sekelompok warga tak henti-hentinya membunyikan gamelan khas suku Bajau yang bermukim di perkampungan nelayan Kecamatan Pulau Laut Utara. Mereka sedang menggelar upacara adat selamatan laut sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil tangkapan selama ini.
Iring-iringan sebanyak 200 kapal nelayan (balapan) terlihat memadati perairan Selat Pulau Laut. Suara gamelan dari kenong, sharun, gong, gitar panting gambus berbaur dengan kerasnya suara mesin domping balapan.
Di salah satu kapal balapan terlihat tokoh adat Desa Rampa H Manan duduk di ujung kapal. Ia dikawal sejumlah warga yang berpakaian adat warna hijau.
Dalam perjalanan sekitar 45 menit menuju panggung utama di tengah laut muara perairan suara gamelan tidak berhenti. Sementara H Manan menaburkan jagung saat mendekati panggung utama yang dibangun di atas laut. Dia juga menaburkan beras kuning, saat tiba di lokasi. Iring-iringan kapal berhenti dan ritual digelar kembali.
H Manan memilih lokasi yang dianggapnya tepat untuk menancapkan bambu yang di atasnya diberi sesajen berupa beras kuning, telur dan ketan.
Sambil membaca ayat suci Alquran H Manan kemudian kembali menghambur jagung dan beras kuning lalu menancapkan bambu ke dasar laut yang saat itu sedang surut sehingga terlihat gosong di pantai. Dia kemudian mengitari air laut yang telah ditancapi bambu itu sambil membawa mangkok berwarna putih. Usai berputar beberapa kali, H Manan memandikan petugas adat yang berendam di laut.
Setelah itu ia mengambil air laut dikatirinya dengan mangkok itu. Aneh air laut itu terasa tawar, padahal air di sekitarnya dengan radius satu meter masih asin.
Warga yang mengikuti upacara selamatan laut langsung terjun ke laut dan berebut air laut yang terasa tawar itu. Mereka yakin dengan mendapatkan air laut itu bisa membawa berkah tersendiri.
Suasana Desa Rampa Lama, tampak ramai. Sekelompok warga tak henti-hentinya membunyikan gamelan khas suku Bajau yang bermukim di perkampungan nelayan Kecamatan Pulau Laut Utara. Mereka sedang menggelar upacara adat selamatan laut sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil tangkapan selama ini.
Iring-iringan sebanyak 200 kapal nelayan (balapan) terlihat memadati perairan Selat Pulau Laut. Suara gamelan dari kenong, sharun, gong, gitar panting gambus berbaur dengan kerasnya suara mesin domping balapan.
Di salah satu kapal balapan terlihat tokoh adat Desa Rampa H Manan duduk di ujung kapal. Ia dikawal sejumlah warga yang berpakaian adat warna hijau.
Dalam perjalanan sekitar 45 menit menuju panggung utama di tengah laut muara perairan suara gamelan tidak berhenti. Sementara H Manan menaburkan jagung saat mendekati panggung utama yang dibangun di atas laut. Dia juga menaburkan beras kuning, saat tiba di lokasi. Iring-iringan kapal berhenti dan ritual digelar kembali.
H Manan memilih lokasi yang dianggapnya tepat untuk menancapkan bambu yang di atasnya diberi sesajen berupa beras kuning, telur dan ketan.
Sambil membaca ayat suci Alquran H Manan kemudian kembali menghambur jagung dan beras kuning lalu menancapkan bambu ke dasar laut yang saat itu sedang surut sehingga terlihat gosong di pantai. Dia kemudian mengitari air laut yang telah ditancapi bambu itu sambil membawa mangkok berwarna putih. Usai berputar beberapa kali, H Manan memandikan petugas adat yang berendam di laut.
Setelah itu ia mengambil air laut dikatirinya dengan mangkok itu. Aneh air laut itu terasa tawar, padahal air di sekitarnya dengan radius satu meter masih asin.
Warga yang mengikuti upacara selamatan laut langsung terjun ke laut dan berebut air laut yang terasa tawar itu. Mereka yakin dengan mendapatkan air laut itu bisa membawa berkah tersendiri.